KUTAI TIMUR – Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Kabupaten Kutai Timur, dr. Roma Malau, S.E., M.M., menyampaikan hasil mediasi dengan PT Pama Persada Nusantara terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan akibat penolakan penggunaan jam OPA (Operator Personal Assistant).
Dalam mediasi tersebut, Distransnaker menyampaikan dua anjuran utama kepada manajemen PAMA. Pertama, mempekerjakan kembali karyawan yang di-PHK. Kedua, meninjau ulang kebijakan penggunaan jam OPA.
“Kami minta supaya karyawan yang di-PHK dipekerjakan kembali. Kemudian kami juga minta ditinjau kembali untuk pemakaian jam OPA ini,” ujar Roma Malau, saat ditemui di Kantor DPRD Kutim, Rabu (1/10/2025).
Roma mempertanyakan dasar hukum pemberlakuan jam OPA yang diklaim perusahaan sebagai alat untuk mencegah kelelahan (fatigue) pada operator. Menurutnya, kebijakan tersebut seharusnya tercantum dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), bukan hanya berdasarkan Surat Keputusan direksi dari kantor pusat Jakarta.
“Kebijakan itu seharusnya tertuang di PKB supaya karyawan tahu. Walaupun ada SK direksi, ya seharusnya dimasukkan di PKB,” tegasnya.
Roma juga mengungkapkan bahwa pihak perusahaan tidak pernah berkonsultasi dengan Distransnaker sebelum memberlakukan kebijakan jam OPA tersebut. “Sebelum diberlakukan itu tidak pernah. Kami sudah memberikan anjuran untuk ikuti aturan Permenaker, tapi mereka tidak mau pembinaan,” ungkapnya.
Jam OPA yang dimaksud adalah alat pemantau tidur yang digunakan mulai pukul 21.30 hingga 05.30 pagi. Perusahaan menetapkan standar tidur minimal 6 jam. Karyawan yang tidak memenuhi standar tersebut diminta pulang dan beberapa di antaranya di-PHK.
Menanggapi tuntutan Distransnaker, menurut Roma Malau, pihak manajemen PAMA yang hadir dalam mediasi menyatakan akan menyampaikan hasil mediasi tersebut ke kantor pusat. Roma memberikan tenggat waktu “secepatnya” untuk mendapat respons dari perusahaan.
“Saya bilang, kalau direksi mau memanggil kami atau saya yang ke Jakarta, atau Pak Direksi berkomunikasi dengan pemerintah, kami welcome,” kata Roma.
Jika persoalan ini berlarut, Roma menegaskan akan berkoordinasi dengan Bupati, Wakil Bupati, dan Sekda Kutai Timur untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan memanggil langsung pihak manajemen dari Jakarta.
Roma juga menyoroti persoalan lain terkait PAMA, yakni belum diterimanya data jumlah karyawan yang telah diminta Distransnaker. Data tersebut diperlukan untuk menyusun Rencana Tenaga Kerja Daerah (RTDK).
Lebih lanjut, Roma mengingatkan PAMA untuk mematuhi Perda Nomor 1 Tahun 2022 dan Perbup Nomor 6 Tahun 2024 yang mengatur komposisi tenaga kerja lokal dan luar sebesar 80:20.
“Untuk operator yang memang sudah memiliki sertifikat, harus dimaksimalkan untuk operator daerah,” pungkasnya.(Q)