Oleh: Ekky Yudistira

KESESATAN logika atau logical fallacy merupakan kesalahan dalam penalaran yang membuat sebuah argumen menjadi tidak valid, meskipun tampak meyakinkan di permukaan. Fenomena ini sering terjadi dalam dunia bisnis, terutama pada perusahaan yang menerapkan “sistem kekeluargaan” sebagai filosofi manajemen. Ironisnya, konsep yang dimaksudkan untuk memperkuat solidaritas dan kinerja perusahaan ini justru seringkali berubah menjadi bumerang yang merugikan organisasi secara keseluruhan.

Analisis Kesesatan Logika dalam Sistem Kekeluargaan

1. False Cause (Kesesatan Sebab-Akibat)

Asumsi dasar sistem kekeluargaan yang menyatakan bahwa “kedekatan emosional akan otomatis menghasilkan dedikasi dan tanggung jawab tinggi” merupakan contoh klasik dari kesesatan sebab-akibat. Realitanya, hubungan personal yang erat tidak selalu berkorelasi positif dengan profesionalisme. Justru seringkali, kedekatan berlebihan dapat menciptakan zona nyaman yang kontraproduktif, di mana karyawan merasa berhak mendapat perlakuan istimewa tanpa harus memberikan kontribusi setara.

2. Appeal to Emotion (Manipulasi Emosi)

Ketika terjadi penyalahgunaan aset atau pelanggaran aturan, manajemen seringkali menghindari tindakan tegas dengan dalih “kita seperti keluarga, harus saling memaafkan.” Pendekatan ini mengutamakan harmoni semu daripada akuntabilitas yang sehat. Akibatnya, pelanggaran berulang kali terjadi karena pelaku tahu bahwa konsekuensi akan diminimalisir atas nama “kekeluargaan.”

3. Hasty Generalization (Generalisasi Terburu-buru)

Perusahaan seringkali mengadopsi seluruh aspek dinamika keluarga tanpa mempertimbangkan konteks bisnis yang berbeda. Nilai-nilai seperti toleransi tanpa batas, pembagian sumber daya berdasarkan kebutuhan daripada kontribusi, dan pengambilan keputusan berdasarkan senioritas atau kedekatan personal, tidak selalu cocok dalam lingkungan korporat yang membutuhkan efisiensi dan kompetitivitas.

4. False Dilemma (Pilihan Semu)

Banyak perusahaan terjebak dalam pemikiran bahwa mereka harus memilih antara “menjadi perusahaan yang hangat seperti keluarga” atau “menjadi organisasi yang kaku dan tidak berperasaan.” Padahal, profesionalisme dan kehangatan hubungan kerja dapat berjalan berdampingan tanpa harus saling mengorbankan.

Dampak Negatif yang Nyata

Degradasi Akuntabilitas

Sistem kekeluargaan yang salah implementasi menciptakan lingkungan di mana kesalahan dipandang sebagai “hal wajar dalam keluarga” yang harus dimaafkan. Hal ini mengikis budaya akuntabilitas dan mendorong moral hazard, di mana individu berani mengambil risiko berlebihan karena yakin akan mendapat “perlindungan keluarga.”

Ketidakadilan Sistemik

Promosi, reward, dan punishment seringkali didasarkan pada kedekatan personal daripada merit objektif. Ini menciptakan demotivasi bagi karyawan berkinerja tinggi yang merasa tidak mendapat pengakuan yang layak, sementara karyawan dengan koneksi personal mendapat privilese tidak proporsional.

Resistensi terhadap Perubahan

Dinamika kekeluargaan cenderung konservatif dan resisten terhadap perubahan. Inovasi atau perbaikan sistem seringkali ditentang dengan alasan “akan merusak tradisi keluarga,” padahal perubahan tersebut mungkin krusial untuk keberlanjutan bisnis.

Solusi: Profesionalisme Berbalut Kehangatan

Perusahaan perlu membangun sistem kontrol internal yang transparan dan konsisten. Setiap aset dan sumber daya harus memiliki prosedur penggunaan, pemantauan, dan pertanggungjawaban yang jelas, terlepas dari siapa penggunanya.

Meskipun hubungan interpersonal yang baik perlu dijaga, harus ada pemisahan tegas antara urusan personal dan profesional. Kinerja dan kontribusi harus dievaluasi berdasarkan kriteria objektif, bukan kedekatan emosional.

Akuntabilitas tidak harus identik dengan punishment. Perusahaan dapat membangun budaya di mana setiap individu bangga bertanggung jawab atas pekerjaannya dan melihat akuntabilitas sebagai bagian dari profesionalisme, bukan ancaman terhadap hubungan kekeluargaan.

Sistem kekeluargaan yang sehat adalah yang memungkinkan kritik konstruktif dan feedback terbuka. Konflik atau perbedaan pendapat harus dilihat sebagai bagian normal dari dinamika organisasi yang sehat, bukan sebagai ancaman terhadap harmoni keluarga.

Kesesatan logika dalam implementasi sistem kekeluargaan perusahaan menunjukkan betapa berbahayanya ketika emosi mengalahkan rasionalitas dalam pengambilan keputusan bisnis. Konsep kekeluargaan dalam konteks korporat bukanlah tentang menghilangkan profesionalisme, melainkan tentang menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, saling menghormati, dan berkomitmen pada tujuan bersama.

Perusahaan yang sukses adalah yang mampu mengadopsi nilai-nilai positif dari konsep kekeluargaan—seperti loyalitas, saling mendukung, dan komunikasi terbuka—sambil tetap mempertahankan standar profesionalisme tinggi. Mereka memahami bahwa keluarga yang sehat juga memiliki aturan, tanggung jawab, dan konsekuensi yang jelas.

Pada akhirnya, sistem kekeluargaan yang efektif bukanlah yang membebaskan individu dari tanggung jawab, melainkan yang membuat setiap anggota merasa bertanggung jawab terhadap kesuksesan bersama. Hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap konsep ini, perusahaan dapat menghindari jebakan kesesatan logika dan membangun organisasi yang benar-benar solid dan berkelanjutan.

Loading