KUTAI TIMUR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur baru-baru ini menggelar hearing atau rapat dengar pendapat bersama anggota dan pengurus Koperasi Kongbeng Lestari. Dalam hearing tersebut, dilakukan pembahasan soal masalah di koperasi tersebut dan mencoba mencari solusi.
Rapat dengar pendapat atau hearing itu dipimpin langsung oleh Anggota DPRD Kutim, Faisal Rachman, di ruang Hearing DPRD Kutim, Bukit Pelangi.
Faisal menuturkan, selama pelaksanaan hearing atau rapat dengar pendapat ini berjalan dengan lancar dan kondusif. Setidaknya ada empat poin yang disampaikan dan mengemuka saat dilakukan pembahasan masalah Koperasi Kongbeng Lestari.
“Kita memang sudah menggelar hearing dan rapat dengar pendapat bersama anggota dan pengurus Koperasi Kongbeng Lestari. Ada empat poin yang mengemuka dalam pembahasan masalah ini,” tutur dia.
Empat poin itu meliputi, pendampingan bagi hasil oleh Koperasi Kongbeng Lestari dilakukan kepada 61 nama orang dijual oleh pengurus lama dikarenakan tidak masuk dalam CPP. Kebun kemitraan ada peraturan yang menegaskan bahwa dilarang diperjual belikan jika batas waktu kemitraan belum selesai. Perlu adanya revisi CPP (calon petani plasma) dari 246 ke 383 dan keputusan untuk membagikan dana pending ke 61 orang sejak tahun 2018 akan dilakukan berdasarkan keputusan musyawarah anggota koperasi.
Kata Faisal, sebelum menghasilkan empat poin yang mengemuka itu, pihaknya meminta kepada semua pihak untuk menyampaikan pendapat agar bisa menemukan solusi tentang penyelesaian masalah ini.
“Saya fikir sebelumnya masalah ini sudah sering terjadi, tapi kali ini terjadi lagi. Makanya kita cari solusi bersama,” kata dia.
Sekedar diketahui, masalah bermula
saat 61 orang ini membeli lahan plasma dari pengurus koperasi lama yang sudah dimitrakan dengan salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit. Padahal sesuai aturan yang ada, pengurus koperasi dilarang melakukan jual beli lahan plasma. Kemudian, setelah 61 orang ini melakukan pembelian, saat itu sudah menerima pembagian dana bagi hasil plasma, dan bahkan pada pengurus koperasi yang lama pembagian hasil berjalan lancar. Namun, seiring berjalannya waktu saat ada pergantian pengurus koperasi ke baru yang dimulai pada tahun 2018 pembagian hasil plasma itu berhenti tanpa ada pemberitahuan.
Namun, ternyata Dewan mendapatkan informasi baru yang menyebut adanya transaksi pembelian lahan plasma tanpa bukti fisik lahan. Transaksi jual beli lahan ini terjadi pada masa kepengurusan lama Koperasi Kongbeng Lestari, di mana para pembeli lahan plasma pada saat itu mendapatkan dana bagi hasil kebun plasma hingga awal tahun 2018. Setelah terjadi pergantian pengurus, para pembeli lahan plasma tidak lagi mendapatkan dana bagi hasil kebun plasma tersebut, dikarenakan tidak terdata secara sah dalam administrasi Koperasi Kongbeng Lestari. Hal ini membuat para pembeli merasa tidak puas dan mempertanyakan mengapa mereka tidak menerima dana tersebut, padahal mereka memiliki bukti fisik transaksi dan juga mendapat konfirmasi dari pengurus lama. (Ty/Adv-DPRD)