
SAMARINDA – Kalimantan Timur mendapat kehormatan sebagai tuan rumah Dialog Serantau Borneo-Kalimantan (DSBK) XVI, forum pertemuan sastrawan tiga negara serumpun, Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, menunjukkan gelombang semangat sastra dan budaya kembali bergulir di jantung Pulau Borneo.
Berlangsung di Samarinda, DSBK XVI akan digelar selama empat hari, pada 17–20 Juni mendatang dengan mengusung tema “Nusantara dan Penguatan Sastra Melayu: Merawat Estetika dan Didaktika”. Tema ini menjadi benang merah yang mempertautkan gagasan-gagasan kreatif sekaligus refleksi kritis atas peran sastra Melayu dalam merawat nilai estetika dan pesan moral (didaktika) di tengah arus globalisasi budaya.
Forum yang telah bergulir sejak 1987 ini bukan sekadar ajang temu sastrawan. Lebih dari itu, DSBK menjadi jembatan kebudayaan, ruang pertukaran ide, dan upaya kolektif memperkuat identitas sastra Melayu di kawasan Borneo yang terbentang lintas batas negara.
Sejak pertama kali digagas oleh GAPENA (Gabungan Persatuan Penulis Nasional Malaysia), forum ini telah mengalami beberapa kali transformasi, dari Dialog Borneo menjadi Dialog Borneo-Kalimantan, hingga kini bernama Dialog Serantau Borneo-Kalimantan.
Kaltim sendiri telah dua kali menjadi tuan rumah. Setelah sukses menggelar DBK X pada 2011 di Samarinda, kini DSBK XVI kembali digelar di kota yang sama dengan dukungan penuh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kaltim.
Sebagai informasi, Pertemuan karyawan (sastrawan) tiga negara satu pulau ini telah berlangsung sebanyak 16 kali. Data pelaksanaan Dialog Borneo, Dialog Borneo-Kalimantan, dan Dialog Serantau Borneo-Kalimantan sebagai berikut: (1) Miri, Sarawak (1987), (II) Kota Kinabalu, Sabah (1989), (III) Brunei Darussalam (1992), (IV) Pontianak, Kalbar (1995), (V) WP Labuan (1998), (VI) Kuching, Sarawak (2000), (VII) Banjarmasin, Kalsel (2003), (VIII) Sandakan, Sabah (2005), (IX) Brunei Darussalam (2007), (X) Samarinda, Kaltim (2011), (XI) WP Labuan (2013), (XII) Kuching, Sarawak (2015), (XIII) Pontianak, Kalbar (2017), (XIV) Kota Kinabalu, Sabah (2019), (XV) Brunei Darussalam (2023), dan (XVI) Samarinda, Kaltim (2025).
Ketua Umum DKD Kaltim, Syafril Teha Noer, mengungkap bahwa antusiasme peserta luar biasa. Dari 300 pendaftar yang mengirimkan karya sastra, panitia harus melakukan proses kurasi ketat dan memangkas jumlah peserta menjadi 200 orang. Selebihnya masuk daftar tunggu.
“Ini membuktikan bahwa minat terhadap sastra tidak pernah surut. Justru meningkat. Karya-karya peserta datang dari berbagai penjuru, dan kualitasnya juga menggembirakan,” ujar Syafril dalam jumpa pers Dialog Serantau Borneo-Kalimantan XVI, Senin (9/6/2025).
Tidak hanya menjadi ajang diskusi, DSBK XVI juga akan meninggalkan jejak konkret yaitu dua buku sastra. Penyair sekaligus perwakilan Balai Bahasa Kaltim, Amien Wangsitalaja, menyampaikan bahwa akan diterbitkan dua buku utama. Buku pertama berupa antologi puisi bertajuk Jejak Perigi di Tangga Melayu, yang merangkum karya 150 penyair terpilih. Buku kedua berjudul Perbincangan, yang memuat kumpulan makalah dari para pemakalah DSBK.
“Ini bukan sekadar dokumentasi, tetapi warisan. Kumpulan karya ini diharapkan memberi ruang perenungan, bukan sekadar permainan kata, tetapi menghadirkan makna di balik estetika,” ungkap Penyair Balai Bahasa Kaltim, Aminudin Rifai atau sapaan akrabnya Cak Amien.
Proses penerbitan buku pun telah dipacu, dengan target rampung sebelum 17 Juni 2025, agar bisa diluncurkan tepat saat pembukaan forum.
DSBK XVI tidak hanya akan diisi dengan sesi presentasi karya dan diskusi sastra. Panitia juga merancang agenda muhibah budaya ke Tenggarong, parade puisi, serta peluncuran buku sebagai bentuk nyata pertemuan lintas bangsa ini.
Bagi DKD Kaltim, menjadi tuan rumah DSBK XVI adalah bentuk komitmen terhadap pelestarian dan pemajuan sastra Melayu di kawasan Borneo. Forum ini diharapkan tidak hanya mempererat hubungan antarbangsa serumpun, tetapi juga membangun solidaritas kultural berbasis bahasa dan sastra.
Dengan semangat menyatukan estetika dan nilai, DSBK XVI siap menjadi panggung sastra lintas negara yang tak hanya menghidupkan sastra Melayu, tetapi juga menguatkan jati diri kebudayaan Borneo di tengah arus global.
DSBK XVI 2025 di Samarinda bukan hanya tentang temu sastrawan. Ini adalah bagian dari kerja panjang membangun jembatan budaya lintas negara, melestarikan bahasa dan sastra yang hidup di tengah masyarakat, serta menciptakan ruang-ruang baru bagi generasi muda untuk mencintai dan menghidupi sastra lokal.(*/jb/mn)