KUTAI TIMUR – Permasalahan pengelolaan Material Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau yang lazim disebut Galian C di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali menjadi sorotan setelah terungkap hanya satu dari 45 Wajib Pajak (WP) yang membayar pajak. Kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan aturan terkait sektor pertambangan MBLB yang berpotensi merugikan pendapatan daerah.

Berdasarkan data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2023, dari 45 WP galian C yang beroperasi di Kutim, hanya satu yang membayar pajak. Kondisi ini sungguh memprihatinkan mengingat potensi pendapatan yang hilang dari sektor ini cukup signifikan.

BPK menemukan kurang pungut pajak MBLB senilai Rp288,6 juta. Penurunan ini terjadi karena rendahnya kesadaran Wajib Pajak (WP) dan belum optimalnya penagihan yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Kutai Timur.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2023, realisasi pendapatan pajak daerah Kutai Timur mencapai Rp119,6 miliar—melebihi target APBD sebesar Rp106,8 miliar. Namun, di balik capaian tersebut, tersembunyi kelemahan sistemik dalam pemungutan pajak MBLB.

Dari 45 dokumen surat pengantar pembayaran pajak MBLB untuk proyek rehabilitasi dan peningkatan jalan tahun 2021-2023, hanya satu penyedia yang telah melapor dan membayar pajak, sementara 44 lainnya belum melaporkannya.

Wakil Bupati Kutai Timur, Mahyunadi, menegaskan bahwa perizinan dan pengelolaan galian C di wilayah Kutim merupakan wewenang pemerintah provinsi. “Masalah galian C ini, ini urusannya provinsi. Jadi penegakan aturannya juga di provinsi,” tegas Mahyunadi saat diwawancarai usai menghadiri kegiatan di Ruang Meranti Kantor Bupati Kutim, Senin (19/05/2025).

Ketika dikonfirmasi terkait rendahnya tingkat kepatuhan pembayaran pajak tersebut, Wakil Bupati awalnya mengira 44 dari 45 wajib pajak telah membayar pajak. “Ya bagus dong. Kalau dari 45, 44 yang bayar pajak,” ucapnya sebelum diklarifikasi bahwa sebaliknya, hanya satu operator yang membayar kewajiban pajaknya.

Ditemui setelahnya, Wakil Ketua I DPRD Kutai Timur, Sayyid Anjas, menegaskan bahwa aktivitas galian-C tanpa izin harus ditindak secara hukum karena termasuk dalam ranah kriminal.

“Tergantung itu galian C-nya punya izin apa enggak. Itu dulu yang harus dicari tahu. Harusnya kriminal dong. Kalau enggak berizin. Iya kan? Itu sama yang berwajib,” ujar Anjas saat diwawancarai awak media.

Terkait upaya pencegahan aktivitas galian-C ilegal, Anjas menyatakan bahwa DPRD Kutai Timur siap memfasilitasi masyarakat yang ingin mengajukan hearing atau dengar pendapat. Namun, Anjas menegaskan bahwa DPRD tidak akan terlibat dalam urusan bisnis terkait perizinan galian-C.

“Lah, itu beda. Itu be to be, bisnis ke bisnis ya. Kami tidak masuk dalam ranah bisnis,” jelasnya.

Ketika disinggung soal isu biaya perizinan yang mencapai miliaran rupiah yang menyulitkan para pengusaha galian-C mendapatkan izin, Anjas menyatakan tidak mengetahui hal tersebut.

“Silakan mereka urus. Kami tidak tahu masalah isu miliaran itu, enggak tahu. Yang pasti yang namanya Galian C wajib izin. IUP namanya itu. IUP silakan diurus. Mereka mau apa enggak? Itu aja lagi,” tandasnya.

Meski demikian, Anjas tetap membuka pintu bagi masyarakat yang ingin mengadukan permasalahan galian-C. “Kalau masalah hearing tadi silakan aja. Bisa saja saya masukkan surat ke DPR, nanti DPR panggil yang di DPR yang terkait, nanti ke hearing,” ucapnya.

Dalam wawancara sebelumnya, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur menegaskan bahwa proses perizinan untuk usaha pertambangan galian C di Kaltim kini dilakukan sepenuhnya secara online dan tanpa biaya administrasi.

“Untuk Galian C ini sudah memakai aplikasi online (perizinan Minerba online). Pelaku usaha harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang ada di aplikasi tersebut. Jadi tidak ada lagi manual,” jelas Kabid Mineral dan Batubara Dinas ESDM Kaltim, Achmad Prannata, belum lama ini.

Namun, klaim kemudahan perizinan dibantah oleh anggota DPRD Provinsi Kaltim H Arfan. Berdasarkan pengalaman pribadinya, izin tersebut sulit didapatkan meski telah berusaha selama enam bulan.

“Saya ini salah satu orang yang berjuang agar mendapatkan galian C sudah hampir 6 bulan. Saya pakai tim, saya keluarkan biaya, sampai hari ini saya belum mendapatkan yang namanya izin galian C,” ungkapnya.

Arfan mendorong pemerintah untuk mempermudah proses perizinan, terutama di wilayah yang sudah dikelola oleh perusahaan pertambangan seperti di Bengalon maupun Kutai Timur secara umum. Menurutnya, sulitnya mendapatkan izin menjadi faktor utama rendahnya kepatuhan pajak.

 

Material Proyek Tanpa Verifikasi Legal

Sementara itu, penggunaan material galian C untuk pembangunan infrastruktur di Kutai Timur masih menyisakan tanda tanya besar terkait legalitasnya. Pembangunan jalan sepanjang 11.000 kilometer dalam kurun waktu 2023-2024 diduga menggunakan material yang belum terverifikasi status legalnya.

“Spesifikasi material hanya sebatas jenis tanah dan asal material, tanpa verifikasi legal,” ungkap Ahmad Iip Makruf, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kutai Timur.

Temuan mengkhawatirkan adalah tidak adanya klausul wajib menggunakan material berlisensi dalam dokumen kontrak proyek. Kabid Bina Marga PUPR Kutim, Akla, mengungkapkan bahwa mayoritas proyek menggunakan batu merah (laterit) untuk timbunan pilihan, meskipun material ini tidak selalu memenuhi standar mutu.

“Batu merah sih kebanyakan. Cuma sebenarnya agak enggak kami sarankan juga sih kalau bisa jangan yang merah. Dan mutunya itu kan kadang pas yang muda itu enggak masuk,” ungkap Akla.

 

Harapan Pengembalian Kewenangan ke Daerah

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kutai Timur, Rijali Hadi, menyuarakan harapan agar pengelolaan galian C dapat kembali diurus oleh pemerintah kabupaten.

Saat ini, pengelolaan galian C berada di bawah kewenangan pemerintah pusat dan provinsi, menyulitkan pengawasan di tingkat daerah. Menurut Rijali, jika kewenangan kembali ke daerah, hal ini dapat meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak.

“Sebenarnya kita berharap untuk galian C itu kembali diurus oleh pemerintah daerah, karena itu langsung bersinggungan dengan masyarakat,” ungkap Rijali. (Q)

Loading