
KUTAI TIMUR – Polemik perubahan mendadak struktur Panitia Kerja (Panja) DPRD Kutim mengenai penyelesaian sengketa lahan Kelompok Tani di Kecamatan Telen memicu kritik tajam dari politisi PDI-Perjuangan, Faisal Rachman. Dalam wawancara dengan awak media, Faisal mengungkap kejanggalan sistem kepemimpinan di lembaga legislatif daerah tersebut.
“Baru kali ini di kepemimpinan sekarang ini terjadi perubahan-perubahan yang mengkhawatirkan,” ungkap Faisal Rachman, Ketua Fraksi Gelora Amanat Perjuangan (GAP) yang juga menjabat sebagai Sekretaris Panja.
Menurut Faisal, perubahan struktur Panja yang ditujukan untuk menyelesaikan konflik antara Kelompok Tani Nila Lestari dengan PT Equalindo Makmur Alam Sejahtera (PT EMAS) dilakukan tanpa adanya konfirmasi atau musyawarah dengan anggota Panja lainnya.
“Sampai sekarang saya tidak tahu siapa penggantinya. Katanya dirubah dan Pak Ali menyatakan mundur ketika sudah diganti. Itu tanpa konfirmasi. Padahal SK-nya sudah ditandatangani di awal dengan Pak Ali sebagai ketua,” jelasnya.
Kritik paling menohok disampaikan Faisal saat mempertanyakan gaya kepemimpinan kolektif kolegial yang seharusnya menjadi ruh dari lembaga legislatif. Faisal menekankan bahwa DPRD terdiri dari 40 anggota dan 7 fraksi yang semua suaranya harus didengar.
“Jangan ketua itu merasa super power bahwa dia yang punya DPR. Saya bilang itu yang tidak cocok. Ini bukan punya satu orang. Hargai teman-teman yang lain juga,” tegasnya.
Sebagai bentuk perhatian simbolis, Faisal bahkan menyiapkan hadiah 2 Box kecil “Tolak Angin” untuk ketua DPRD. Harapannya agar di kondisi cuaca yang didominasi hujan saat ini Ketua DPRD dapat tetap menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik.
“Supaya lebih fit bisa menyelesaikan masalah-masalah masyarakat,” ujarnya
Faisal menyoroti bahwa dalam sejarah DPRD Kutai Timur sejak 2019, belum pernah terjadi penggantian struktur Panja secara sepihak seperti ini. Perubahan mendadak ini terjadi tepat dua hari sebelum Panja berencana turun ke lapangan untuk meninjau lokasi sengketa. Ironisnya, masyarakat yang seharusnya difasilitasi justru menyampaikan surat penolakan terhadap kehadiran Panja dengan ketua baru karena meragukan netralitas dan objektivitasnya.
“Selama saya menjabat di periode pertama saya, baik itu Pansus atau segala macam, baru kali ini ada perubahan di tengah jalan tanpa konfirmasi kepada kami,” jelasnya.
Faisal mengingatkan bahwa kepemimpinan DPRD bersifat kolektif kolegial dengan pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat. Sehingga menurutnya, keputusan sepihak dari pimpinan tidak dapat dilakukan.
“Kepemimpinan di DPR itu bagaimana cara pengambilan keputusannya? Kolektif kolegial. Tidak bisa mengambil keputusan sendiri walaupun di situ pimpinan,” tegas Faisal.
Ia membandingkan dengan situasi masa pandemi COVID-19 di 2020, ketika DPRD dipimpin oleh koalisi besar yang menguasai 14 kursi.
“Pada saat mau mengambil keputusan di masa krisis, mereka tetap melakukan komunikasi dengan kami. Tetap dilakukan musyawarah,” kenangnya.
Faisal mengkhawatirkan bahwa praktek pengambilan keputusan sepihak ini akan mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga DPRD.
“Kalau terus dibudayakan, sistem pengambilan keputusan di DPR ini tidak sehat untuk demokrasi kita,” tegasnya. “Jadi ketika ada hal seperti ini, kita harus lawan. Kita harus sampaikan. Jangan kita diam-diam, karena akan disangka kita semua sepakat,”
Meski belum sampai pada kesimpulan adanya pelanggaran kode etik atau tata tertib, Faisal menekankan bahwa kejadian ini harus menjadi pelajaran berharga bagi kepemimpinan DPRD yang baru terpilih kurang dari setahun lalu.
“Ini keputusan pertama yang saya lihat agak mencederai. Ini menjadi pelajaran mungkin, supaya hargailah teman-teman yang lain di DPR,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi, memberikan klarifikasi terkait kritik yang dilontarkan oleh Faisal Rahman mengenai pembentukan Panitia Kerja (Panja) untuk menangani sengketa lahan di Karangan dan Telen.
Dalam wawancara tersebut, Jimmi menjelaskan bahwa pembentukan Panja tersebut masih dalam proses koordinasi dengan ketua komisi terkait. Mengenai isu bahwa telah terjadi pergantian ketua Panja tanpa koordinasi, Jimmi membantah hal tersebut.
“Untuk Panja Telen yang menangani sengketa lahan, hingga saat ini belum ada nama yang direkomendasikan dari ketua komisi. Belum ada pergantian karena ketua belum memutuskan siapa orang-orangnya. Kami masih menunggu dari ketua komisi,” tegasnya.
Sementara itu, terkait kunjungan ke PT EMAS pada hari ini, Jimmi menegaskan bahwa itu merupakan kunjungan komisi, bukan kunjungan Panja. “Itu tugasnya komisi. Terserah komisi siapa orangnya yang bertugas ke sana, karena mencari informasi tidak harus melalui Panja. Komisi saja cukup,” jelasnya.
Jimmi juga mengklarifikasi tentang surat penolakan dari warga yang beredar. Dirinya pun kembali menegaskan belum adanya penunjukan Ketua Panja.
“Belum ditunjuk ketua Panja, belum ada ketuanya sudah ditolak. Tanya saja pada mereka dari mana mendapat informasi tersebut,” ucapnya.
Dikonfirmasi melalui sambungan seluler, Kelompok Tani Dusun 3 Seberangsari, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merevisi keputusan terkait Panitia Kerja (Panja) yang menangani sengketa lahan mereka dengan PT EMAS. Solihin, ketua kelompok tani yang mewakili warga RT 11, 12, dan 13 Dusun 3 Seberangsari, mengklarifikasi bahwa mereka tidak menolak pembentukan Panja, melainkan meminta revisi komposisi keanggotaan Panja tersebut.
“Kami bukan menolak Panja, tapi minta direvisi lagi. Yang disepakati awalnya berbeda dengan yang berganti kedua,” ungkap Solihin saat diwawancarai.
Permasalahan bermula ketika terjadi perubahan kepemimpinan Panja dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konfirmasi kepada masyarakat. Awalnya, Panja dipimpin oleh Ketua Komisi B, Muhammad Ali, dari yang telah menangani kasus ini sejak awal, termasuk melakukan hearing pertama hingga terakhir. Namun tiba-tiba kepemimpinan dialihkan kepada H. Bahcok Riandi yang merupakan Wakil Ketua Komisi C.
Irda, salah satu anggota kelompok tani, menyatakan keberatannya. Keberatan lain yang disampaikan adalah adanya potensi konflik kepentingan, karena ketua Panja yang baru memiliki hubungan keluarga dengan salah satu karyawan PT EMAS.
“Dalam belum 1 kali 24 jam itu berubah tanpa konfirmasi ke masyarakat. Jadi kita jadi bertanya-tanya ada apa? Kami sebagai masyarakat, melihat ini tidak adil karena ranah beliau (H.Bahcok, red) juga bukan di situ,” tambah Irda.
Dituturkannya juga, Kelompok Tani berencana menghadap Ketua DPRD, Jimmy, untuk meminta agar penanganan sengketa lahan dikembalikan ke komisi yang sesuai dengan ranahnya. Mereka berharap Ketua DPRD dapat menempatkan permasalahan ini pada komisi yang memang menguasai kasus mereka sejak awal, yaitu Komisi B.
“Pihak kelompok tani juga telah menerima informasi dari anggota DPRD Kutim yang menyatakan bahwa akan ada penyusunan ulang Panja sesuai dengan keinginan masyarakat,” tutupnya. (Q)