
Oleh: Ekky Yudistira
FENOMENA “humas berperilaku seperti wartawan” dan “wartawan berperilaku seperti humas” adalah cerminan dari memudarnya batas profesionalisme di kedua profesi tersebut. Hal ini tentu saja bermasalah karena kedua profesi ini memiliki fungsi, tujuan, dan kode etik yang sangat berbeda.
Humas pada dasarnya bekerja untuk kepentingan institusi/perusahaan tempat mereka bernaung. Tugas utama mereka adalah membangun dan menjaga citra positif organisasi, mengelola komunikasi dengan publik, dan menangani krisis komunikasi. Ketika humas bertindak layaknya wartawan – misalnya dengan membuat liputan mendalam atau investigasi – sebenarnya mereka keluar dari koridor tugasnya. Meski memang humas perlu mengumpulkan informasi dan data, tujuannya tetap untuk kepentingan institusi, bukan untuk kepentingan publik seperti halnya wartawan.
Di sisi lain, wartawan yang berperilaku seperti humas – misalnya dengan membuat pemberitaan yang cenderung memihak satu pihak atau menulis advertorial tanpa keterangan jelas – telah melanggar prinsip dasar jurnalistik yaitu independensi dan objektivitas. Wartawan memiliki tanggung jawab kepada publik untuk menyajikan informasi yang berimbang, akurat, dan bebas dari kepentingan pihak manapun.
Dewan Pers sendiri telah mengatur hal ini dengan tegas dalam berbagai regulasi. Dalam Kode Etik Jurnalistik dengan jelas melarang wartawan menerima suap dan membuat berita yang mencampuradukkan fakta dengan opini pribadi.
Peraturan Dewan Pers No.1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber menegaskan bahwa media harus memisahkan dengan tegas antara produk jurnalistik dengan iklan. Peraturan Dewan Pers juga mensyaratkan bahwa perusahaan pers harus berbadan hukum Indonesia.
Beberapa perbedaan mendasar antara humas dan wartawan yang perlu dipahami:
Dari segi loyalitas, Humas loyal kepada institusi/perusahaan tempat bekerja, sementara wartawan loyal kepada kepentingan publik dan kebenaran.
Dari segi tujuan: Humas bertujuan membangun citra positif institusi, wartawan bertujuan menyampaikan informasi yang akurat dan berimbang kepada publik.
Dari segi cara kerja: Humas cenderung mengedepankan informasi positif dan mengelola informasi negatif, wartawan harus menyajikan kedua sisi secara proporsional.
Dari segi kode etik: Humas terikat kode etik kehumasan yang menekankan pada loyalitas institusional, wartawan terikat kode etik jurnalistik yang menekankan pada independensi.
Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan mengembalikan masing-masing profesi pada khittahnya. Humas perlu fokus pada peran sebagai jembatan komunikasi antara institusi dengan publiknya, sementara wartawan perlu menjaga independensi dan objektivitas dalam peliputan.
Yang tak kalah penting adalah penguatan regulasi dan pengawasan dari Dewan Pers terhadap praktik-praktik yang mencampuradukkan peran ini, terutama di era digital di mana batas antara konten promosi dan jurnalistik semakin kabur. Publik juga perlu diedukasi untuk bisa membedakan antara informasi yang bersifat promosi dengan karya jurnalistik yang independen.