
SAMARINDA – Banyak kalangan relawan pemadam kebakaran di Samarinda yang belum mengetahui keberadaan Satuan Relawan Tenaga Bantuan (Taban) Diponegoro 1992. Selama ini Taban hadir membantu warga masyarakat yang mengalami musibah kebakaran hanya personil-personilnya saja, tanpa memperlihatkan unit atau kelengkapan pemadam lainnya.
Suhari (71) Pendiri Taban (Tenaga Bantuan) Diponegoro 1992 mengungkapkan, organisasi yang dirintisnya sejak tahun 1992 itu mengkordinir relawan-relawan yang terjun disetiap kejadian musibah.
Taban itu kepanjangan dari Tenaga Bantuan, posko kami dulu awalnya di Jalan Diponegoro dekat bioskop Garuda (sekarang jadi hotel Bumi Senyiur) anggota cukup banyak.
“Jadi personil Taban sebagian besar membantu tenaga di BPK (Barisan Pemadam Kebakaran) saat terjadi musibah kebakaran,” ucap Suhari seusai melakukan tepung tawar peralatan yang dimilikinya, Minggu sore (16/2/2025).
Pembentukan Taban pertama kali posko di Jalan Diponegoro Gang Musyawarah, anggota Taban direkrut dari anak-anak muda dari SMP PGRI pada waktu itu.
Dalam kegiatan Taban, Suhari dibawah naungan orang dinas Kebakaran almarhum Pak Saman pada saat itu mengerahkan anggotanya untuk membantu mengangkat selang, menggulung selang pemadam jika telah selesai kegiatan pemadaman.
Setelah 32 tahun berjalan Taban kini mengaktifkan diri dengan melengkapi peralatan pemadam kebakaran dan unit kijang sebagai sarana mobilisasi alat pemadam dengan posko di Jalan Imam Bonjol Gang H. Masyur kelurahan Pelabuhan, kecamatan Samarinda Kota.
Suhari mengungkapkan, Keberadaan Taban sejak tahun 1992 hingga saat ini tidak pernah melakukan penggalangan donasi dari warga masyarakat,
“Tahun 1978 saya sudah menjadi sopir taksi (sebutan angkutan kota pada saat itu), kegiatan sehari-hari sebagai pekerja bangunan dan jika pada saat libur bekerja berjualan pentol, jadi untuk menghidupi kegiatan relawan ini ya dari upah kerja di bangunan dan dari rombong jualan.” ungkap Suhari.
Mendirikan Taban, kata Suhari ini karena jiwa merasa terusik, mana kala terjadi musibah kebakaran masyarakat di Samarinda ini banyak sebagai penonton. Bagaimana menggalang warga ini agar turut membantu pada saat terjadi musibah kebakaran.
“Berdirinya Taban pada tahun 1992 hingga saat ini banyak bongkar pasang organisasi. Pada tahun 1995, Taban berubah menjadi Balakar Kota, nah satu-satunya orang yang tidak mengakui perubahan Taban menjadi Balakar Kota adalah saya, saya yang menentang. Pada waktu itu kepala dinas dijawab pak Yunus.” Kenang Suhari.
Setelah Balakar Kota goyang muncul lagi Balakar Gabungan, tadinya cuma 12 satuan. Sebelum saya masuk Balakar Gabungan saya bentuk relawan doreng dari PDIP. Nah relawan doreng saya masukkan ke Balakar Gabungan.
Asal usul Balakar Gabungan ini orang-orangnya dari Balakar Kota seperti almarhum pak Syarif Sukma, Jahidin, H. Nanang Sulaiman. Namun Balakar Gabungan tidak bertahan lama dan berubah menjadi Balakarcana.
“Pada saat itu rapat di PMI, dari dari kantor PDIP ke PMI rapat belum selesai, dan pada rapat itu diputuskan perubahan nama dari Balakar Gabungan menjadi Balakarcana, saya mendapat dukungan pak Robby pada saat itu walikota pak Syaharie Jaang,” ungkapnya.
Untuk menjawab kegelisahan jiwa, akhirnya Suhari didukung Bagus putranya dan beberapa relawan muda kota Samarinda kembali aktifkan Satuan Taban Diponegoro Fire Rescue 1992, dengan melengkapi unit kijang sebagai sarana mobilisasi dan kembali mengumpulkan berbagai peralatan pemadam yang selama ini dimiliki dan digunakan satuan lain.(mn)