BANYUWANGI – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi tanggapi beredarnya video viral beberapa penari karnaval yang mengenakan pakaian Gandrung, tarian tradisional khas Banyuwangi. Para penari tersebut menari dengan iringan musik remix dengan suara yang keras.

Menanggapi kejadian ini, Pemkab Banyuwangi melalui Disbudpar mengundang seluruh pihak terkait, di antaranya para budayawan yang tergabung dalam Dewan Kesenian Blambangan, pengurus paguyuban Pelatih Seni Tari Banyuwangi, serta SKPD terkait.
“Dalam menari Gandrung itu ada pakem-pakem yang harus dilakukan, termasuk dalam mengenakan pakaian Gandrung tidak bisa seenaknya. Mudah-mudahan masyarakat di mana pun bisa mengerti apa batasan dalam mengenakan pakaian adat tradisional daerah mana pun,” kata Taufik Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Jum’at (7/2/2025) kemarin.
Untuk menjadi penari Gandrung profesional, mereka harus menguasai beberapa teknik gerakan tari gandrung dan juga beberapa gendhing, yaitu tembang yang dibawakan.
“Setelah memenuhi kriteria tersebut, para penari harus mengikuti ritual sakral Meras Gandrung, yaitu ritual sebagai wujud prosesi kelulusan penari Gandrung,” imbuh Taufik.
Meras Gandrung itu seperti wisudanya para penari Gandrung yang sudah menguasai teknik sinden dan gerakan tari Gandrung.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Blambangan, Hasan Basri, turut prihatin dengan kejadian penggunaan pakaian Gandrung yang bukan pada mestinya. Melalui saluran telepon, Hasan Basri berhasil menghubungi penari yang viral tersebut. Ia juga sedikit menjelaskan mengenai pakem-pakem pakaian Gandrung.
“Jadi begini, Mbak Dela, setiap pakaian Gandrung mulai dari atas hingga bawah itu ada maknanya. Bahkan untuk menjadi Gandrung profesional ini memiliki ritual-ritual khusus. Kami berharap ke depan tidak ada lagi kejadian serupa. Kita harus tetap menjaga dan menjunjung norma adi luhung,” ungkap Hasan Basri.

Loading