MAKASSAR – Tokoh agama diminta dapat menjalankan fungsi kritisnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan menjaga independensi. Hal tersebut disampaikan Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam acara Temu Tokoh Agama dan Pembinaan ASN Kemenag Provinsi Sulawesi Selatan yang berlangsung di Aula Arafah, Asrama Haji Sudiang Makassar, Jumat (10/1/2025).

“Jika kita ingin melihat agama bekerja dalam masyarakat, maka kita harus bertanggung jawab menjadikan agama itu independen. Apa maksudnya agama independen? Agama yang mampu menjalankan fungsi kritisnya,” ujar Nazaruddin dihadapan para tokoh lintas agama Provinsi Sulawesi Selatan.

Nazaruddin mengingatkan agar Tokoh Agama Jangan takut, “Bapak-Ibu, agama apa pun itu, berikanlah fungsi kritisnya terhadap negara. Negara pun harus mendengarkan kritik dan masukan dari tokoh agama. Kita bukan negara Hegel, di mana negara dianggap di atas segalanya,” lanjutnya.

Menag menekankan bahwa hubungan antara agama dan negara harus harmonis, tetapi tetap seimbang. Menurutnya, agama yang terlalu bergantung pada negara akan kehilangan kemampuan untuk memberikan kritik yang konstruktif.

“Ketika agama dan pemimpinnya terlalu bergantung pada pembiayaan negara, maka independensinya berkurang. Bagaimana agama bisa kritis jika ketergantungannya sepenuhnya kepada negara?” imbuhnya.

Menag juga mengingatkan bahwa pemimpin agama tidak boleh menjadi subordinasi negara. “Pemimpin agama dan pemerintah harus saling menghormati. Ulama memberi fatwa, bukan pemerintah. Itu bukan domain pemerintah. Pemerintah hanya perlu memfasilitasi umat beragama, bukan mendominasi agama,” tegasnya.

Menag juga mengingatkan bahaya jika agama dijadikan alat legitimasi politik. Ia menilai bahwa agama yang digunakan untuk mendukung kepentingan politik tertentu akan kehilangan wibawanya di mata masyarakat.

“Ketika agama tidak lagi mencerahkan masyarakat, terutama generasi muda, maka mereka akan mulai meninggalkan agama. Fenomena ini sudah terjadi di negara-negara Barat. Mereka percaya kepada Tuhan, tetapi tidak mau beragama. Ini disebabkan oleh agama yang terlalu sering menjadi alat legitimasi politik, sehingga kehilangan wibawa dan daya pencerahannya,” jelasnya.

“Saya tidak takut untuk menyampaikan prinsip ini, karena sejalan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Saya yakin apa yang saya sampaikan ini juga sejalan dengan harapan Presiden Prabowo, yang sangat menghargai ulama dan tokoh agama,” ungkap Menag dalam acara yang dihadiri Pj. Gubernur Sulawesi Selatan Fadjry Djufry, Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kemenag Helmi Halimatul Udhma, dan Kepala Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan Ali Yafid.

Menag juga menyampaikan harapannya agar agama dan negara dapat berjalan paralel untuk membangun bangsa. “Kita tidak ingin agama maupun negara menjadi lemah. Keduanya harus sama-sama kuat, itulah Indonesia,” pungkasnya.

Sementara itu Penjabat Gubernur Sulsel Prof Fadjry Djufry mengaku siap mensupport program Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar untuk kemaslahatan umat. Apalagi, peran tokoh agama untuk menciptakan kedamaian dan ketentraman di Sulsel ini sudah teruji saat pelaksanaan pesta demokrasi.

“Ijin Pak Menteri, saya sebagai Penjabat Gubernur Inshaallah akan mendorong apapun yang menjadi program kita bersama untuk kemaslahatan umat,” kata Prof Fadjry Djufry di hadapan Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar di acara Temu Tokoh Agama dan Pembinaan ASN Kementerian Agama Provinsi Sulsel.

Fadjry Djufry mengungkapkan, saat Pilpres dan Pilkada Serentak, Sulsel tadinya dianggap sebagai provinsi yang paling rawan dan masuk zona merah. Namun karena peran tokoh lintas agama, Sulsel menjadi daerah kedua teraman saat pelaksanaan pesta demokrasi tersebut.

“Alhamdulillah karena kebersamaan kita semua dan pasti di dalamnya tokoh lintas agama ada di situ, kita nomor dua yang teraman,” pungkasnya.(*/mn)

Loading