KEBIJAKAN kenaikan insentif Rukun Tetangga (RT) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali menjadi sorotan publik. Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 26 Tahun 2024 yang ditandatangani pada 12 September 2024 ini memicu perdebatan, terutama terkait dengan momentum pemberlakuannya yang berdekatan dengan momentum Pilkada.
Faizal Rachman, anggota DPRD Kutim dari Fraksi Gelora Amanat Perjuangan sekaligus kader PDI-Perjuangan, mengungkapkan keprihatinannya. Menurutnya, kebijakan kenaikan insentif RT harus didasarkan pada kajian mendalam dan bukan sekadar kepentingan politis.
“Pemerintah dalam membuat kebijakan harus memperhatikan beberapa indikator. Saya berharap keputusan yang diambil bukan hanya kepentingan politis tapi berdasarkan hitungan yang matang,” tegas Faizal.
Legislator berpengalaman ini memperingatkan potensi dilema keuangan daerah jika kebijakan ini tidak direncanakan dengan cermat. “Menaikkan gaji itu akan sulit sekali kalau nanti harus menurunkan. Akan dilema juga kalau nanti APBD tidak seperti sekarang tiba-tiba harus terbitkan perbup lagi untuk mengurangi gaji,” ujarnya.
Meski memiliki kekhawatiran, Faizal Rachman tidak sepenuhnya menolak kebijakan tersebut. Ia mendukung kenaikan insentif RT dengan sejumlah catatan kritis. “Kalau memang APBD kita dianggap sanggup ke depan untuk terus membiayai kenaikan, saya rasa wajar memberikan apresiasi. Mereka juga aparat pemerintah yang harus kita perhatikan,” ujarnya.
Faizal menekankan pentingnya keberlanjutan kebijakan. “Yang penting jangan sampai ini hanya untuk kepentingan politik semata. RT memang ujung tombak pelayanan, tapi kebijakannya harus sustainable,” pungkasnya.
Merespons polemik tersebut, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Januar Bayu Irawan, memberikan penjelasan komprehensif. Menurutnya, pemberlakuan surut Perbup memiliki landasan hukum yang kuat berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Pemberlakuan surut dimungkinkan dengan syarat tidak boleh ada ketentuan pidana dan perizinan di dalamnya,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (14 November 2024).
Bayu menegaskan bahwa Perbup ini merupakan revisi dari Perbup sebelumnya dan hanya berkaitan dengan aspek administratif keuangan. “Yang diberlakukan surut adalah besaran tunjangan administrasi, di mana dalam konteks administrasi keuangan, hal tersebut memang dimungkinkan dan lazim dilakukan,” tambahnya.
Menanggapi spekulasi tentan motivasi politis, Bayu dengan tegas menyatakan bahwa Bagian Hukum hanya berperan dalam legal drafting. “Posisi kami di Bagian Hukum murni mengurusi legal drafting. Untuk dasar perubahan dan waktu penerbitan, itu sepenuhnya menjadi domain dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Bappeda, atau Bapemas,” ungkapnya.
Dengan demikian, kenaikan insentif RT di Kutai Timur menjadi cermin kompleksitas pengambilan kebijakan publik, di mana pertimbangan administratif, politis, dan kesejahteraan aparatur pemerintahan terus berinteraksi dalam dinamika pembangunan daerah.(Q)