JAKARTA — Kasus pengeroyokan terhadap Ade Armando saat demo mahasiswa di depan Gedung DPR pada Senin (11/4/2022) disesalkan banyak pihak. Bagaimanapun juga kasus pengeroyokan yang menimpa Ade Armando, melukai proses demokrasi dan melanggar hukum.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ahmad Nurwakhid mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap pegiat media sosial, Ade Armando, pada unjuk rasa di depan gedung DPR RI ini.
Kekerasan dan anarkisme, ujar Nurwakhid yang dilakukan di ruang publik seperti ini bukan cara masyarakat yang beradab, tetapi ciri kelompok ekstrimisme yang pro kekerasan.
“Kekerasan dalam bentuk dan atas nama apapun bukan cerminan sikap dan warisan leluhur bangsa ini serta nyata bertentangan dengan nilai-nilai agama. Kami secara tegas mengutuk cara-cara barbar yang dipentaskan oleh sekelompok orang di ruang publik seperti ini,” tegas Nurwakhid saat dihubungi pada Selasa (12/04/2022).
Dalam video yang menampilkan kekerasan terhadap Ade Armando menjadi sorotan karena sejumlah pengeroyok dengan lantang mengucapkan kalimat tauhid. Bahkan, sebagian yang lain sambal bersorak “halal darah” Ade Armando untuk dibunuh.
“Kekerasan atas nama apapun, termasuk dengan cara membajak dan memanipulasi ajaran agama merupakan kejahatan yang harus dikecam dan dikutuk. Ini menjadi pelajaran bagi kita bersama, terkadang seseorang mudah mendalihkan kekerasan dan halal darah seseorang untuk kepentingan tertentu,” ujar Nurwakhid, seperti dalam rilis yang diterima redaksi..
Cara berpikir seperti itu, menurutnya, memiliki kemiripan dengan pola pikir kelompok radikal terorisme. Mereka selalu melegitimasi segala tindakan kekerasan yang dilakukan dengan mempolitisasi dan memanipulasi dalil agama.
Dari narasi yang diumbar, Nurwakhid menduga kuat para pelaku kekerasan terhadap Ade Armando tersebut terpapar virus takfiri yang mudah mengkafirkan yang berbeda dan menghalalkan darah orang yang dianggap kafir. Pandangan takfiri merupakan salah satu karakteristik kelompok radikal terorisme selama ini.
“Kita sudah banyak belajar dari pengalaman kelompok teroris yang selalu membajak ajaran agama untuk tindakan kekerasan. Nampaknya pola ini sudah mempengaruhi masyarakat yang dengan mudah membawa dalil-dalil agama untuk membanggakan tindakan anarkisme ruang publik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nurwakhid sangat menyesalkan anarkisme oleh sekelompok orang tersebut dilakukan di tengah aksi massa dan dalam nuansa ibadah bulan suci Ramadan. Seharusnya umat Islam di bulan ini bisa menahan tidak hanya makan dan minum, tetapi mencegah dari segala tindakan keburukan, termasuk kekerasan terhadap orang lain.
“Ramadan ini mestinya harus dijadikan bulan untuk melakukan muhasabah dan pengendalian diri, bukan malah memuaskan diri dengan hawa nafsu dan tindakan kekerasan. Kita harus berkomitmen cara-cara kekerasan tidak bisa ditoleransi dan diberikan ruang di negeri ini,” tegasnya. (*)
Discussion about this post