SAMARINDA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi secara hybrid pada Rabu, (9/3/2022).
Turut hadir pada acara Inspektur Jenderal Kemendagri, Kepala Perwakilan BPKP, Kepala Kanwil ATR/BPN provinsi Kaltim, Kepala Daerah Kutai Barat, Kutai Timur, Berau, Bontang, Mahakam Hulu, Balikpapan, Kutai Kertanegara, Penajam Paser Utara, Paser, serta Forkompinda.
Acara yang bertempat di Kantor Gubernur Kaltim tersebut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menyampaikan bahwa Kaltim sudah menerapkan sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) dengan delapan area strategis di tata kelola daerah dan hasilnya cukup memuaskan.
“Dari tahun ke tahun nilai MCP semakin membaik. Untuk Pemprov Kaltim nilainya 54 persen pada 2020, tahun 2021 naik menjadi 82 persen. Sedangkan untuk rata-rata pemda se-Kaltim memang masih rendah yaitu 65 persen. Tertinggi Balikpapan 89 persen dan terendah Kabupaten Mahakam Hulu 33 persen. Maklum masih (kabupaten) baru,” tutur Hadi.
Hadi juga merasa sangat bersyukur ketika Kaltim ditetapkan sebagai lokasi Ibu Kota Baru Nusantara mengingat selama bertahun-tahun APBD Kaltim hanya Rp15 Triliun. Padahal secara luas geografi, kurang lebih sama dengan luas pulau Jawa.
“Saya tahu APBD enam Pemda di provinsi Jawa kalau digabung bisa mencapai Rp600 Triliun atau 60 persen APBD ada di Jawa. Sementara kami (Kaltim) jauh dibawahnya. Insya Allah ketika kami ditetapkan sebagai IKN Nusantara, pembangunan tidak lagi hanya berpusat di Jawa, tetapi Indonesia sentris,” ujar Hadi.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan terkait korupsi yang menjerat banyak kepala daerah di Indonesia. Dalam statistik penanganan tipikor yang KPK kelola dari tahun 2004 hingga 2021, menunjukkan dua modus korupsi terbanyak yaitu terkait penyuapan serta pengadaan barang jasa (PBJ).
“Ketika proses PBJ diatur sedemikian rupa, ujungnya ketika ditelusuri ya ada korupsi juga. Perlu perubahan pola pikir dan perilaku bagi pihak yang biasa memberi maupun yang biasa menerima,” jelas Alex.
Mulai tahun 2022 KPK, Kemendagri, dan BPKP akan mengawasi bersama upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kaltim yang dilakukan dengan menggunakan sistem Monitoring Center for Prevention (MCP).
MCP dapat digunakan untuk mengukur capaian keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif. Sehingga sistem ini bisa digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan melalui MCP.
“Paling banyak karena tidak diminta atau sebagai ucapan terima kasih yaitu 33 persen. Sebanyak 25 persen karena sengaja diminta memberikan dan lainnya 21 persen sebagai imbalan layanan yang lebih cepat. Dan sisanya 17 persen tidak diminta tapi biasanya diharapkan memberi,” jelas Alex.(YUL)
Discussion about this post