Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Aceh (FKPT Aceh) Kamaruzaman Bustamam berhasil melakukan perjalanan keliling Indonesia dari Aceh hingga Papua. Ditemani sang istri Fitri Zulfidar sebagai co driver sepeda motor roda dua, perjalanan bertema “Indonesia Harmoni” untuk menebarkan perdamaian serta sebagai strategi mencegah intoleransi, radikal dan terorisme.
Menggunakan sepeda motor besar jenis Kawasaki, Kamaruzaman Bustamam, setiap tempat yang mereka kunjungi tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Semua keindahan alam dan masyarakat yang ramah menjadi hal yang paling tidak bisa keduanya lupakan selama perjalanan. Dari perjalanan tersebut, keduanya meyakini jika Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya raya.
Penerimaan masyarakat ketika dirinya melintas dan beristirahat, menjadi kesan tersendiri baginya. Dirinya tidak menyangka jika akan selalu diterima oleh masyarakat. ”Kami banyak diterima oleh masyarakat. Setiap kami melintas di suatu masyarakat, kami banyak disambut oleh masyarakat. Masyarakat Indonesia sangat ramah, kami selalu diterima di banyak tempat,” ungkapnya.
Di beberapa wilayah, katanya, dirinya disambut dengan tarian adat oleh masyarakat. Seperti di Manado dan Kendari. Hal tersebut membuat keduanya terharu, tidak pernah menyangka akan mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Di beberapa daerah, di dengan tarian adat dan upacara adat dapat diidentikan sebagai sesuatu yang sakral.
Dirinya pun tidak pernah menyangka akan disambut seperti itu oleh masyarakat. Dia menjelaskan, jika dirinya terdapat kesulitan, masyarakat sekitar akan langsung membantu. Kejadian yang tidak pernah dilupakan olehnya saat mencari penginapan di daerah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Keduanya tersesat di hutan, tapi beruntung, masyarakat membantu keduanya menemukan penginapan.
Di daerah lainnya, Indonesia Timur dengan medan perjalanan yang sulit. Diakui olehnya, beberapa wilayah memiliki medan yang sulit untuk dilewati. Salah satunya adalah Papua yang merupakan tersulit. Perjalanan dari Munting ke Muvendigul, menurutnya, menjadi medan tersulit dari seluruh kegiatan ini.
“Tapi semua hal tersebut, bisa kami lewati. Ini misi yang panjang, kami beruntung ada banyak tangan baik di setiap daerah. Ada banyak masyarakat yang humble dan membantu kami selama perjalanan,” terang Pria yang menjadi Ketua FKPT Aceh.
Walaupun medan yang sulit di Papua, Dirinya beruntung bisa melewatinya. Ia dan sang istri bisa melihat bagaimana lokasi pembuangan para tokoh Indonesia yang melawan penjajah di Papua. Setibanya di Papua, dirinya juga menyanyikan lagu “Dari Sabang Sampai Merauke”. Dirinya merasa terharu dan bangga telah menyelesaikan perjalanan tersebut selama 3 bulan.
Selain itu, terdapat beberapa kebiasaan yang menarik di Papua. Di Papua, lanjutnya, terdapat beberapa transmigrasi dari Pulau Jawa ke Papua. Masyarakat ini sangat mencintai Papua. Mereka juga berbaur dengan masyarakat di sana.
”Di sana kami disambut juga dengan ketua adat. Masyarakat sangat menyambut kami,” ucap pria yang menjabat sebagai AMAN Council ini.
Selama perjalanan, lanjutnya, dirinya menceritakan kearifan lokal masing-masing wilayah. Hal ini kami lakukan untuk menebarkan perdamaian serta sebagai strategi mencegah intoleransi, radikal dan terorisme. Serta, dirinya juga membagikan banyak stiker kepada masyarakat. Sebagai salah satu sosialisasi untuk menebarkan perdamaian.
Perjalanan yang diberi nama “Touring Indonesia Harmoni”, menjadi perjalanan yang tidak bisa dirinya lupakan. Diungkap olehnya, sebelum berangkat terdapat beberapa halangan. Salah satunya kakak kandungnya meninggal dunia, hingga akhirnya harus kembali ke Aceh dan ikut memakamkan kakaknya.
Ditambahkan Fitri Zulfidar, halangan yang mereka hadapi, hampir membuat mereka menghentikan misi perjalanan Aceh hingga Papua ini. Namun, perjalanan yang dilakukan dianggap sebagai perjalanan yang sakral.
Sehingga, dirinya bertekad untuk menuntaskannya. ada banyak persiapan yang sudah keduanya lakukan. Mulai dari membriefing anak-anak untuk bisa mandiri dan memberitahukan kepada anak-anak tentang misi yang akan mereka lakukan.
Dirinya bersyukur, semua keluarga mendukung misi perjalanan Aceh-Papua. “Anak-anak kami titipkan kepada keluarga. Dirinya juga memasang cctv untuk memantau apa yang terjadi di dalam rumah. Saya memantau anak-anak, walaupun kami sedang berada jauh dari merek. Alhamdulilah, anak-anak dan keluarga mengerti dengan apa yang kami lakukan” ujar perempuan yang mengajar di STISIP al-Washliyya Banda Aceh ini.(*)
Discussion about this post