SAMARINDA– Pengusaha dan perusahaan ekspor – impor kini dapat memanfaatkan pembayaran dengan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS ) dengan terbukanya kerjasama antara Indonesia dengan Tiongkok, pada September 2021.
Kepala Kantor Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur, Tutuk SH Cahyono mengatakan sebelumnya LCS sudah berjalan cukup lama dengan beberapa negara lain, termasuk Tiongkok, sebelum 2018.
“Tetapi pengamatan saya LCS dengan Tiongkok ini masih sangat baru sehingga banyak menyita perhatian banyak pihak, tidak terkecuali juga para pelaku usaha maupun perbankan di Kaltim,” ujarnya pada sambutannya di zoom meeting, Implementasi Kerangka Penyelesaian Transaksi dalam mata uang Lokal, pada Kamis (11/11/2021).
Local Currency Settlement antara Indonesia dan Tiongkok ini baru diperkenalkan pada September 2021 lalu sehingga masih membutuhkan banyak sosialisasi dalam tata cara perdagangan yang lebih baik lagi.
“Kami punya data ratusan perusahaan yang bertransaksi ekspor batu bara terutama dengan Tiongkok. Dari data kami memperlihatkan bahwa ada ratusan perusahaan skala besar yang beroperasi di Kaltim yang melakukan transaksi perdagangan dengan Tiongkok. Sehingga, kebijakan LCS ini sangat menguntungkan bagi pengusaha baik Indonesia maupun Tiongkok,” tegas Tutuk.
Tingginya ekspor ke Tiongkok sejak 2019 sampai saat ini, diakui Tutuk SH Cahyono bahwa komoditas batu bara menjadi komoditas yang paling besar diekspor dari Kaltim.
“Nilainya juga nggak main-main kalau kita bicara ekspor hingga saat. Sejak Januari hingga September 2002 saja itu sudah 5,8 miliar dolar Amerika. Angka itu sudah meningkat dua kali lipat. Jadi kalau tahun-tahun sebelumnya itu cuman sekitar 3 miliar dolar Amerika ke Tiongkok sampai September 2021 saja, hanya 9 bulan tahun ini itu sudah hampir dua kali lipat peningkatannya,” jelasnya.
Sementara itu, nilai impornya juga cukup signifikan sebelum Covid-19. Angkanya menempati rangking 2 atau 3. Saat ini agak turun tetapi masih cukup besar. Walaupun belum masuk 5 besar antara Tiongkok dengan Indonesia terutama dari Kaltim.
Dengan adanya rencana pemindahan ibukota negara baru di Kaltim, diyakini Tutuk akan meningkatkan investasi. Apalagi, Kaltim berada di Alur Laut Kepulauan 2 (ALKI 2) yang memiliki posisi sangat strategis karena sangat dekat dengan Asia Tenggara Asia, Asia Timur dan Tengah jika dibandingkan dari Jawa.
“Perdagangan ekspor- impor antara Tiongkok dan Indonesia kini dapat menggunakan mata uang lokal Rupiah atau menggunakan mata uang Tiongkok, Yuan atau dalam istilahnya Local Currency Settlement. Jadi manfaatkanlah kerjasama ini untuk memudahkan segala pembayaran transaksi ekspor ataupun impor,” harap Tutuk.(YUL)
Discussion about this post