Kemudahan membangun media massa, khususnya media online (daring) serta kondisi kebebasan pers yang sudah menjangkau pelosok Indonesia, menjadi alasan utama tumbuh suburnya media massa di Indonesia. Selain itu, faktor ekonomi juga sering menjadi penyebab tumbuhnya media online di berbagai daerah. Apalagi saat ini mendirikan media online semakin mudah, murah dan biaya pengelolaan yang terjangkau.
Jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers maka fungsi yang harus dimainkan media adalah sebagai penyebar informasi, pendidik, hiburan dan kontrol sosial. Apabila fungsi-fungsi ini tidak dijalankan oleh media, bisa jadi kehadirannya tidak memberikan dampak positif. Selanjutnya kalau hal-hal itu tak digubris, maka bisa saja bagi sebagian orang, media online hanya dijadikan sebagai salah satu sarana untuk menjadi sandaran hidup. Walaupun para pelaku media ini terkadang tak memiliki latar belakang jurnalis profesional.
Bicara soal jurnalis professional, tentunya diperlukan faktor idealisme sebagai wartawan yang ingin menginformasikan dan mendidik masyarakat, dengan ragam informasi yang ditawarkan. Jika hanya motif ekonomi sebagai alasan utama, tentunya profesionalisme akan menjauh dari harapan. Bahkan konten yang ditawarkan hanya mengikuti selera pemesan informasi dan tidak menampilkan produk jurnalistik yang profesional.
Untuk membentuk media massa menjadi professional tentunya diperlukan tataran redaksi maupun perusahaan. Di tataran redaksi tentu sesuai dengan apa yang ditetapkan Dewan Pers. Yakni seharusnya penanggung jawab yang biasanya juga menjadi pemimpin redaksi memiliki latar belakang sebagai wartawan utama. Mengikuti selanjutnya di susunan redaksi perlu memiliki kualifikasi wartawan muda dan madya yang menjadikan kerjanya semakin profesional.
Bagi masyarakat awam, analogi sederhana seperti ini. Dewan Pers bisa diibaratkan sebagai Satuan Polisi Lalu Lintas (Satlantas), media ialah kendaraan yang akan dikendarai, sedangkan wartawan tentunya adalah pengemudi. Agar dapat berlalu lintas dengan baik dan benar, kendaraan wajib dilengkapi surat-surat lengkap, pengemudi juga mesti memiliki surat izin mengemudi (SIM) dan semua legalisasi dimaksud dikeluarkan oleh Satlantas. Mencermati analogi tersebut, tentunya media yang profesional haruslah sudah terverifikasi sesuai ketentuan Dewan Pers. Begitu pula wartawan, mesti mengantongi “SIM” setelah melewati Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Wartawan diuji dengan standar pengujian yang baik oleh Dewan Pers hingga akhirnya dinyatakan lulus.
Untuk dapat mengikuti UKW, seorang wartawan harus memenuhi syarat, yaitu bekerja sebagai wartawan aktif. Dengan syarat-syarat yang dapat dibuktikan. Telah menjadi wartawan paling singkat satu tahun untuk jenjang wartawan Muda. Untuk peserta ujian jenjang wartawan Madya wajib menyertakan salinan sertifikat kompetensi jenjang wartawan Muda. Untuk jenjang wartawan Utama menyertakan salinan sertifikat kompetensi jenjang wartawan Madya. Bekerja sebagai wartawan pada perusahaan Pers, Lembaga Penyiaran Swasta, yang memenuhi ketentuan. Untuk keseluruhan jenjang, mulai dari wartawan Muda hingga Utama dapat ditempuh dalam waktu lima tahun melalui tiga kali pengujian.
Ujian kompetensi ini menjadi penting karena pada praktik di lapangan, sebagian perusahaan media, baik cetak maupun online langsung menerjunkan wartawannya tanpa dibekali pengetahuan jurnalistik dan kode etik. Akibatnya mereka bekerja secara otodidak dan kerap menghadapi masalah kode etik jurnalistik serta prinsip-prinsip jurnalistik yang diatur dalam Undang-Undang Pers. Pada akhirnya malah menimbulkan komplain datang dari pembaca, narasumber, dan dipanggil Dewan Pers apabila beritanya menimbulkan sengketa pers. Di sinilah pentingnya peningkatan kompetensi bagi wartawan.
Menurut Dewan Pers, Ada enam manfaat yang bisa diperoleh dari UKW. Kesatu, meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan. Kedua, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Ketiga, menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik. Keempat, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual. Kelima, menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan. Keenam, menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers. Sebagai tambahan, agar wartawan yang professional tak dikriminalisasi, mestinya juga terdaftar sebagai anggota satu dari organisasi profesi wartawan yang diakui Dewan Pers. Yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Dengan status media yang memenuhi berstandar ini, mulai dari perusahaan dan redaksinya, maka produk yang dihasilkannya juga akan memiliki nilai tambah tinggi bagi publik. Selain itu pengelolaannya juga akan profesional, tidak seadanya yang menyebabkan produk jurnalistiknya menjadi produk yang asal-asalan. Peran media online juga akan menjadi sangat signifikan di masa kini hingga mendatang. Karena media daring inilah yang akan menguasai jagat informasi di dunia digital. Maka dari itu, media, khususnya media online memiliki tanggung jawab membangun tradisi baru dalam pers Indonesia. Tanggung jawab ini makin besar sejalan dengan bertambahnya jumlah dan penyebarannya di seluruh Indonesia. Saat ini banyak industri media yang mengantri untuk lolos verifikasi oleh Dewan Pers jumlahnya mencapai ribuan. Namun belum seluruhnya terverifikasi administrasi.
Agar lebih mengenal dengan media massa yang ada atau mengetahui wartawan yang sedang dihadapi berkompeten atau tidak, masyarakat bisa mengakses informasinya di www.dewanpers.or.id secara daring. Bagi narasumber ebih mengenal latar belakang media yang terverifikasi, berikut wartawan yang memiliki kompetensi menjadi sangat penting. Agar esensi informasi yang disampaikan olehnya benar-benar tepat sampai kepada masyarakat.
Discussion about this post